Bulutangkis adalah salah satu atau bahkan satu-satunya cabang olahraga yang memiliki prestasi tingkat internasional. Membanggakan? Sudah pasti.
Bulutangkis adalah olahraga non kontak, namun banyak juga cedera yang mengintainya. Apa saja? Mari simak.
1. Lepuh
Cedera yang disebabkan oleh karena gosokan terus menerus terhadap suatu permukaan.
Treatment:
- Istirahat dari latihan untuk mencegah iritasi.
- Daerah yang melepuh dibesihkan dan ditutup dengan perban perekat.
2. Luksasio / subluksasio dari artikulasio humeri
Pada sendi bahu sering terjadi luksasio / subluksasio karena sifatnya globoidea (kepala sendi yang masuk ke dalam mangkok sendi kurang dari separuhya). Cedera pada sendi bahu ini sering terjadi karena pemakaian sendi bahu yang berlebihan atau body contact sport, kita harus memperhatikan bahwa sendi bahu sangat lemah, karena sifatnya globoidea dimana hanya diperkuat oleh ligamentum dan otot-otot bahu saja.
Tanda-tanda luksasio / dislokasi :
· lengkung bahu hilang
· tidak dapat digerak-gerakkan
· lengan atas sedikit abduksi
· lengan bawah sedikit supinasi
Pertolongan pertama :
Hanya boleh dilakukan oleh seorang petugas media kecuali dalam keadaan terpaksa dimana di tempat kejadian tidak ada petugas medis yang terdekat, barulah kita berikan pertolongan pertama yaitu reposisi.
Reposisi dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
A. Metode Stimson
Metode ini sangat baik. Caranya penderita dibaringkan tertelungkup sambil bagian lengannya yang mengalami luksasio, keluar dari tepi tempat tidur, menggantung ke bawah. Kemudian diberikan beban yang diikatkan pada lengan bawah dan pergelangan tangan, biasanya dengan dumbbell dengan berat tergantung dari kekuatan otot si penderita. Si penderita disuruh rileks untuk beberapa jam, kemudian bonggol sendi akan masuk dengan sendirinya.
B. Penderita dibaringkan terlentang di lantai.
Si penolong duduk pada sisi sendi yang lepas. Kaki si penolong menjulur lurus ke dada si penderita, lengan yang lepas sendinya ditarik dengan kedua tangan penolong dengan tenaga yang keras dan kuat, sehingga berbunyi “klik”, ini berarti bonggol sendi masuk kembali.
3. Strain dari otot-otot atap bahu (rotator cuff)
Istilah rotator cuff dipergunakan untuk jaringan ikat fibrosa yang mengelilingi bagian atas tulang humerus. Ini dibentuk dengan bersatunya tendon-tendon atap bahu. Keempat tendon tersebut adalah :
• musculus supraspinatus
• musculus infraspinatus
• musculus teres minor
• musculus subscapularis
Yang paling sering kena adalah tendon supraspinatus. Biasanya terjadi karena tarikan yang tiba-tiba, misalnya, jatuh dengan tangan lurus atau abduksi yang tiba-tiba melawan beban berat yang dipegang dengan tangan.
Tanda-tanda :
- Penderita mengeluh nyeri di ujung bahu. Kalau penderita menaikkan lengan ke samping setelah 45 derajat pertama, penderita mulai merasa sakit, lebih-lebih setelah lengan lebih tingigi. Tetapi rasa sakit berkurang lagi setelah lewat 120 derajat.
Treatment
Lengan digendong dengan mittela selama 2-3 hari, lalu diberikan metode RICE
4. Tenis Elbow
Suatu keadaan yang sering terjadi dengan gejala nyeri dan sakit pada posisi luar siku, tepatnya pada epikondilus lateralis humeri. Biasanya terjadi karena pukulan top spin back hand yang terus-menerus, jadi bersifat over use.
Etiologi dari tennis elbow ini belumlah jelas. Banyak para ahli menganggap bahwa gerakan yang terus-menerus serta intensif dalam bentk pronasi dan supinasi dengan tangan yang memegang tangkai raket, menimbulkan over strain pada otot-otot extensor lengan bawah yang berorigo pada epikondilus lateralis humeri. Tarikan pada otot-otot tersebut akan menimbulkan mikro trauma yang makin lama makin bertumpuk menjadi makro trauma, sehingga akhirnya menimbulkan tennis elbow.
Ada juga yang menganggap disebabkan oleh peradangan (inflamasi) periosteum yang menutupi epikondilus lateralis humeri. Inflamasi tersebut karena tarikan yang terus-menerus dari otot-otot extensor lengan bawah yang berorigo pada epikondilus lateralis humeri.
Tennis elbow tidak semata-mata hanya timbul pada pemain tennis saja, tapi dapat timbul pada cabang bulu tangkis bahkan pada ibu rumah tangga atau penjual minuman botol yang benyak membuka tutup botol.
Penyakit ini terjadi secara perlahan-lahan dan menjadi progressif. Pengobatannya dapat dilakukan adalah fisioterapi.
Pencegahan :
- Melakukan latihan-latihan pada otot-otot tersebut dengan cara meletakkan tangan dalam posisi datar di atas meja. Telapak tangan menghadap ke bawah memegang dumbbell yang beratnya 2 – 2,5 kg. sambil mengangkat dumbbell ke atas dan ke bawah hanya menggunakan dorsofleksi.
- Pengobatan tennis elbow kadang-kadang memerlukan waktu lama untuk penyembuhannya. Selama pengobatan si penderita boleh bermain bulutangkis tapi tidak terlalu lelah , sebaiknya memakai balutan khusus untuk lengan , semacam decker.
5. Medial epikondilitis (golfer’s elbow)
Sejenis dengan tennis elbow, disebut juga medial epikondilitis atau fore hand tennis elbow. Yang terkena di sini adalah epikondilus medialis humeri. Mengenai patofisiologinya sama dengan tennis elbow, hanya saja yang mengalami mikro trauma adalah origo dari otot-otot yang melakukan fleksi lengan bawah, jadi yang berorigo pada epikondilus medialais humeri. Golfer’s elbow biasanya diderita oleh pemain golf, tetapi pemain bulutangkis juga dapat mengalaminya, yaitu nyeri di siku bagian dalam.
Gambar 5 a.
Terapi untuk back hand tennis elbow. Lengan diletakkan dalam posisi datar di atas meja, tangan dibiarkan terulur melewati tepi meja, telapak tangan menghadap ke bawah. Dengan memegang beban seberat 2 – 2,5 kg, bengkokkan pergelangan tangan sebanyak sepuluh kali.
6. Ankle
Sprain ankle juga dikenal sebagai cidera ankle atau cidera ligament ankle, pada umumnya sprain ankle ini terjdi karena robeknya sebagian dari ligament (torn partial ligament) atau keseluruhan dari ligament (torn ligament) dan hampir 85% kasus sprain ankle ini mengenai ligament talofibular anterior.
Penyebab :
Gerakan yang sering memicu sprain ankle adalah gerakan inversi dan plantar fleksi yang tiba-tiba saat kaki tidak menumpu sempurna pada lantai.
Kategori :
Sprain ankle terbagi menjadi beberapa derajat sprain sesuai tingkat kerusakan dan pengaruh ligamentnya. Derajat I sprain ankle umumnya terjadi penguluran pada ligamentum talofibular anterior sehingga pasien mengalami nyeri yang ringan dan sedikit bengkak. Sedangkan derajat II dan III sprain ankle, kerobekan parsial dan komplet telah terjadi pada ligamentum lateral compleks ankle (ligamentum talofibular anterior, ligamentum calcaneofibular, ligamentum calcaneocuboideum, ligamentum talocalcaneus dan ligamentum talofibular posterior). Pada derajat II dan III, pasien mengalami nyeri hebat (aktualitas tinggi), bengkak dan penurunan fungsi ankle (gangguan berjalan), sehingga umumnya pasien langsung berobat ke fisioterapi.
Penanganan :
Untuk tahap akut selalu menggunakan protokol protection, rest, ice, compresion and elevation atau lebih populer dengan (PRICE), yang kemudian diikuti dengan program exercise untuk memperkuat stabilitas sendi ankle. Penggunaan ankle brace atau ankle support sangat membantu untuk perawatan dan pencegahan sprain ankle. Terkadang karena jalan yang abnormal menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak yang lebih parah. Untuk itu pada kasus yang akut berikanlah ankle brace dan kruk (crutches).
Pemberian ice pada kasus sprain ankle akut selama 10-15 menit membantu mengurangi nyeri dan pembengkakan. Tetapi perlu diingat juga pemberian ice yang terlalu lama juga dapat menimbulkan cidera karena efek dingin yang terjadi. Penggunaan bandage yang tepat diperlukan untuk mensupport ligament agar lebih stabil dan menekan ligament yang cidera sehingga menguramgi nyeri dan menstabilkannya. Dalam pemberian bandage ini yang perlu diingat adalah jangan terlalu kencang dan pergunakan metode yang tepat karena pengaplikasian bandage yang terlalu kencang dapat menghambat proses vaskularisasi darah.
Pada kronik sprain ankle, akan terjadi kerusakan struktur jaringan. Seperti pada ligamentum akan terjadi kerobekan, yang dapat merangsang serabut saraf afferen bermyelin tipis (serabut saraf A delta dan tipe C). Impuls tersebut dibawa ke ganglia akar saraf dorsalis dan merangsang produksi “P” substance yang memicu terjadinya reaksi radang.
Kemudian impuls tersebut dibawa ke cornu dorsalis medula spinalis dan dikirim ke level SSP yang lebih tinggi melalui traktus spinothalamicus. Pada level SSP yang lebih tinggi (cortex sensorik, hipothalamus & limbik system) impuls tersebut mengalami proses interaksi yang kemungkinan menghasilkan suatu perasaan subyektif yang dikenal dengan persepsi nyeri. Otot juga ikut terulur lalu akan menjadi spasme, timbul abnormal crosslink yang dapat mengganggu system metabolisme dan menimbulkan nyeri. Pada pembuluh darah akan terjadi haemorhage dan dilatasi yang dapat meningkatkan perlepasan zat-zat iritan yang akan meningkatkan sensitivitas nocisensorik sehingga akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada ujung-ujung saraf pada jaringan yang mengalami kerusakan akan mengeluarkan zat-zat iritan berupa prostaglandin, bradikinin dan histamine yang akan merangsang saraf afferent A delta dan C yang dapat meningkatkan sensitivitas nocisensorik sehingga timbul nyeri.
Peran Fisioterapi :
Pemilihan Ultrasound sebagai modalitas utama pada kondisi kronik sprain ankle disarankan, karena efek mekanik dan terapeutik yang dihasilkan oleh Ultrasound berguna untuk proses recovery. Ultrasound merupakan modalitas fisioterapi yang menghasilkan gelombang suara dengan frekeunsi antara 1 – 3 MHz. Ultrasound dapat menghasilkan efek mekanik, termal dan microtissue damage. Pada kondisi klinis pengaplikasian ultrasound dengan intensity 3Mhz dan intensity 1,5 w/cm kuadrat memberikan efek yang bermanfaat untuk perbaikan jaringan lunak.
Bagaimanapun juga exercise atau latihan adalah yang terbaik untuk kasus cidera ligament kronik. Latihan aktive dan active range of motion yang berupa dorsi-fleksi, plantar fleksi, inversi ataupun eversi stabilisasi akan menjaga fleksibilitas dan lingkup gerak sendi. latihan stabilitas juga perlu untuk penguatan otot-otot ankle sehingga dapat membantu serta memperbaiki problem yang muncul akibat instabilitas atau nyeri yang diakibatkan oleh kelemahan otot ankle. Akibat dari latihan stabilisasi, maka otot-otot stabilisator aktif pada ankle dapat memperbaiki kekuatan, ukuran serta mencegah peradangan. Pengaruh dari latihan stabilisasi juga akan meningkatkan peredaran darah pada persendian dan nutrisi tulang disamping karena memperbaiki kekuatan dan fungsi resiko terluka atau cidera kronik pada persendian. Latihan stabilisasi juga memperbaiki system peredaran darah oleh adanya pumping sehingga mengatasi terjadinya pembengkakan yang dapat mengganggu gerak dan fungsi sendi dan mampu mengurangi nyeri pada level sensorik.
7. Cedera Anterior Cruciate Ligament (ACL)
Anterior Cruciate Ligament (ACL) adalah urat di dalam sendi yang menjaga kestabilan sendi lutut. Cedera ACL sering terjadi pada olah raga high-impact, seperti sepak bola, futsal, tenis, badminton, bola basket dan olah raga bela diri. Pada umumnya ACL dapat cedera pada keadaan ketika sedang lari mendadak berhenti kemudian berputar arah sehingga menyebabkan lutut terpuntir atau lompat dan mendarat dengan posisi lutut terpuntir.
Pada saat cedera biasanya pasien akan mendengar suara seperti ada yang patah dalam sendi. Saat itu tiba-tiba pasien merasa 'kehilangan tenaga' dan langsung jatuh. Kadang-kadang setelah beberapa saat, pasien dapat berjalan kembali tetapi pincang, sendi lutut sulit digerakkan karena nyeri, dan diikuti dengan bengkak.
Namun sering, setelah cedera 1-2 hari, pasien dapat jalan seperti biasa. Keadaan ini bukan berarti ACL sudah sembuh.
Pada perkembangannya pasien akan merasakan bahwa lututnya tidak stabil, gampang 'goyang' dan sering timbul nyeri. Dengan cedera ACL pasien akan sulit sekali untuk dapat melakukan aktifitashigh-impact sports, seperti main bola, futsal, basket atau badminton.
Sebagian besar Cedera ACL Ligamen memerlukan tindakkan operasi Arthroscopy agar pasien dapat pulih seperti sedia kala.
Standar operasi Arthroscopy ACL Reconstruction yang kami pakai adalah Arthroscopic ACL Double Bundle Reconstruction. Tehnik ini telah kami lakukan lebih dari 200 kali sejak tahun 2007. Tehnik operasi ini sangat populer di USA, Eropa dan Jepang karena dengan tehnik ini, hasilnya sangat memuaskan pasien.
Saat ini tehnik operasi ini dipakai sebagai standard untuk operasi cedera ACL atlet-atlet papan atas kelas dunia, misalnya Tiger Wood.
Jadi intinya,
Saat bermain badminton, apabila mengalami cedera segera ke fisioterapi atau dokter. Lakukan proses penyembuhan sampai sembuh total, baru kemudian kembali bermain.
Sumber: google dengan pengubahan.