Jaga Emosi di Dunia Sosial

Written By widnyana made on Saturday, August 30, 2014 | 5:42 PM

Betapa mudah orang "terpeleset" di media sosial lalu berujung petaka. Gara-gara kicauan menghina Kota Yogyakarta, Florence Sihombing menjadi sasaran amuk para pengguna Twitter, Facebook, ataupun Path. Kisah Florence ini semestinya menjadi pelajaran agar berhati-hati menggunakan media sosial. Perkara sepele menggelinding menjadi besar dan memancing kemarahan sesama pengguna media sosial.

Florence adalah mahasiswi program pascasarjana di Fakultas Hukum UGM, Yogyakarta. Kamis lalu, ketika sedang antre membeli bahan bakar minyak di kota itu, dia tidak sabar lalu memotong antrean. Tapi petugas pompa bensin menolak. Florence, yang tidak terima, kemudian menumpahkan kekesalan di akun Path-nya. Kata-katanya kasar. Ia memaki Yogyakarta dengan menyebutnya daerah miskin dan tak berbudaya.

Reaksi keras tentu saja muncul. Puluhan orang juga menggelar unjuk rasa meminta supaya Florence diusir dari kota tempatnya belajar itu. Bahkan lembaga swadaya masyarakat Jatisura (Jangan Khianati Suara Rakyat) melaporkan mahasiswi ini ke Markas Polda Daerah Istimewa Yogyakarta. Florence dianggap mencemarkan nama baik kelompok masyarakat. 

Florence memang keterlaluan, tapi reaksi pengguna media sosial juga berlebihan. Polisi dan jaksa pun tidak perlu repot memproses pengaduan kasus ini. Para penegak hukum mesti menempatkan kicauan Florence dalam konteksnya. Kicauan itu sepertinya hanya luapan kekesalan terhadap buruknya suasana kota atau panjangnya antrean pembelian bahan bakar di Yogyakarta.

Pelajaran bagi Florence, berhati-hatilah di media sosial. Kicauanmu harimaumu! Sekali muncul ucapan kontroversial, efeknya menjalar ke mana-mana. Media sosial membawa efek viral yang luar biasa. Florence seharusnya mafhum "tata krama" media sosial. Menulis di media ini berbeda dengan berbicara di acara arisan atau warung kopi.

Sudah banyak yang tergelincir karena kasus seperti ini. Benny Handoko, pemilik akun @benhan, contohnya, divonis 6 bulan penjara dengan 1 tahun percobaan gara-gara menyebut M. Misbakhun-bekas politikus Partai Keadilan Sejahtera-sebagai perampok Bank Century.

Florence belum sampai bernasib seperti Benny. Namun, bila laporan atas ulahnya diproses kepolisian, dia bisa saja dijerat dengan pasal-pasal karet yang ada dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik Nomor 11 Tahun 2008. Florence bakal dikenai Pasal 28 ayat 2, yang gampang sekali disalahgunakan. Tak ada kriteria jelas soal ini. Ayat ini mengatur soal setiap orang yang menyebarkan informasi untuk menimbulkan rasa kebencian individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). 

Penegak hukum seharusnya tak perlulah memproses kasus ini. Masyarakat pengguna media sosial, khususnya warga Yogyakarta, juga mesti legawa lantaran Florence sudah meminta maaf dan menggelar jumpa pers. Ini mesti menjadi pelajaran bagi Florence atau pengguna media sosial lain. Sopan santun tetap diperlukan dalam bertingkah laku di media sosial.

1 comments:

Post a Comment