Cedera yang Mengintai para 'Drummer'

Written By widnyana made on Saturday, August 9, 2014 | 1:02 AM

Awal Maret 2011, media massa ramai memberitakan, penabuh drum grup rock Genesis, Phil Collins (60), akan mundur dari karier musik yang dijalani lebih dari 40 tahun akibat gangguan kesehatan. Pemusik kelahiran Inggris itu mengalami masalah telinga, dislokasi tulang, dan kerusakan saraf pada lengan.

Bagi pemusik, alat pendengaran merupakan harta tak ternilai. Di sisi lain, ada potensi gangguan pendengaran akibat tingginya intensitas bunyi alat musik yang dimainkan.

Berdasarkan studi Marshall Chasin dari Centre for Human Performance and Health, Kanada, intensitas (kerasnya) bunyi bass drum dapat mencapai 106 desibel (dB).

Guru Besar Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, dan Tenggorok Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jenny Endang Bashiruddin memaparkan, bunyi aman bagi telinga adalah intensitas 85 dB dalam 8 jam per hari kerja atau 40 jam per minggu berdasarkan panduan Occupational Safety Health Association (OSHA).

Hukum ”tiga” dapat dimanfaatkan sebagai panduan. Artinya, setiap penambahan tiga desibel, waktu aman pajanan makin pendek. Misalnya, seseorang aman jika terpajan 85 dB dalam waktu 8 jam, 88 dB dalam waktu 4 jam, 91 dB dalam waktu 2 jam, 94 dB dalam waktu 1 jam, 97 dB dalam waktu 30 menit, 100 dB dalam waktu 15 menit, dan seterusnya. Jika tidak terpenuhi, dapat terjadi kerusakan alat pendengaran. ”Penabuh gamelan bali yang sangat energik dan keras bunyi musiknya pernah diteliti. Ternyata, mereka mengalami gangguan pendengaran,” kata Jenny.

Proses mendengar berawal dari gelombang bunyi yang ditangkap oleh daun telinga. Bunyi diteruskan ke liang telinga, kemudian menggetarkan gendang telinga (membran timpani). Bergetarnya tulang-tulang pendengaran (martil, landasan, dan sanggurdi) di telinga tengah menggetarkan cairan di rumah siput (koklea) di telinga bagian dalam. Getaran kemudian diteruskan ke saraf pendengaran (saraf auditorius) dan disampaikan ke otak untuk diinterpretasikan. Saat itulah kita mengetahui bunyi yang didengar.

Bunyi yang terlalu keras akan merusak sel-sel rambut di koklea. ”Jika terjadi terus, gangguan pendengaran semakin berat dan sulit diperbaiki,” ujarnya.

Jenny mengatakan, gangguan pendengaran akibat bising, yang dikenal sebagai noise induced hearing loss (NIHL), merupakan salah satu gangguan pendengaran yang dapat dicegah.

Pemain drum atau orang yang bekerja di lingkungan bising dapat menggunakan penutup telinga untuk mengurangi intensitas bunyi.

Menjaga organ gerak

Mengingat bermusik merupakan aktivitas yang sarat gerak, penabuh drum juga perlu mewaspadai gangguan pada organ gerak.

Dokter ahli saraf Darmawan Muljono, mewakili tim dokter dari Ramsay Spine Center Rumah Sakit Premier Bintaro, menyebutkan, cedera tulang belakang pada penabuh drum terkait erat dengan pergerakan tubuh. Selain Darmawan, tim dokter Spine Center terdiri dari ahli bedah tulang Luthfi Gatham, ahli rehabilitasi medik Peni Kusumastuti, ahli saraf Tuti Suwirno Zacharia, dan ahli radiologi Riris Himawati.

Aktivitas yang melampaui kemampuan, seperti mengangkat beban berat atau terpukul, dapat mengakibatkan kerusakan anggota gerak. Cedera juga bisa terjadi tanpa disadari, tetapi berulang-ulang dalam jangka waktu lama (minimal repetitive accumulative injury) serta pemakaian berlebihan (over-use injury). Penabuh drum berisiko mengalami cedera karena saat menabuh drum tak ada penunjang kedua lengannya sehingga besar kemungkinan timbul gangguan di tengkuk dan leher.

Leher sering mengalami cedera, seperti kerusakan tulang, persendian, dan jaringan pengikat. Gangguan itu akan mengganggu sistem saraf. Timbul nyeri di tengkuk, sakit kepala, dan kesemutan yang menjalar ke lengan. Jika berkelanjutan, terjadi pengisutan otot, akhirnya otot lemah dan lumpuh.

Risiko lain ialah gangguan saraf lengan atau saraf persendian tangan. Terjadi penjepitan saraf dalam terowongan sendi tangan akibat peradangan karena cedera. Timbul rasa nyeri, kesemutan, baal pada jari-jari tangan dan telapak serta punggung tangan, kesulitan menggenggam, lama-kelamaan otot mengisut, dan terjadi kelemahan otot-otot jari tangan.

Persendian dan otot-otot lengan juga dapat cedera, misalnya persendian gelang bahu, persendian siku, tangan, dan jari-jari. Persendian atau otot yang cedera akan terasa nyeri dan pergerakan jadi terbatas.

Guna mengurangi risiko cedera, latihan pemanasan berupa peregangan pinggang, leher, gelang bahu, lengan, siku, tangan, dan jari-jari sangat penting. Pembebanan yang bertahap untuk mengondisikan anggota gerak menghadapi segala postur dan aktivitas akan sangat membantu. Sebaiknya aktivitas yang berlebihan dihindari dengan cara beristirahat setelah beberapa pertunjukan.

”Postur tubuh yang baik saat beraktivitas dapat mencegah cedera. Letak tempat duduk dengan alat musik perlu diatur agar tidak terjadi kesalahan postur. Ukuran batang pemukul drum perlu disesuaikan dengan ukuran tangan,” kata Darmawan.

Jika terjadi cedera, pemusik disarankan berhenti sementara guna mencegah kerusakan lebih lanjut. Daerah yang cedera dikompres es selama 7-10 menit dan diistirahatkan 24-48 jam sambil melakukan latihan ringan tanpa pembebanan. Obat antiperadangan dapat dikonsumsi untuk meringankan keluhan.

Jika keluhan tidak berkurang, langkah terbaik adalah memeriksakan diri ke dokter. Keadaan kronik (cedera sudah berlangsung lama) biasanya lebih sulit ditangani. Umumnya, dilakukan tindakan fisioterapi seperti pemanasan, ultrasound, stimulasi elektris guna meningkatkan aliran darah pada daerah yang terlibat, disertai latihan peregangan mobilisasi sendi-sendi atau otot yang cedera sehingga menjadi lentur dan kuat. Pemulihan bergantung pada berat ringannya gangguan, proses baru atau lamanya, serta penyebab yang mendasari kerusakan.

Darmawan mengatakan, pencegahan dan penanganan sedini mungkin tetap yang terpenting. Kalau kesehatan tetap prima, karier bermusik pun awet terjaga.

By: kompas.com

1 comments:

Post a Comment